masukkan script iklan disini
"Peserta didik" adalah sebuah sebutan khas yang tidak bisa terlepas begitu saja dari dunia pendidikan, khususnya dunia pembelajaran dimana pun, kapan pun, dan dalam keadaan apapun juga.
Secara sederhana, peserta didik dapat di ibaratkan sebagai air yang selalu mengalir tanpa henti. Jika pun pada akhirnya air itu akan berhenti mengalir, maka itu adalah akhir dari aliran air yang tak pernah berakhir. Mengapa? Karena selama kehidupan insan manusia di dunia ini, maka ia akan terus terlibat dalam proses belajar.
Definisi
Peserta didik adalah semua individu atau "anak-anak" yang di didik dan terdidik (sementara, sedang, menempuh, mengalami, dan melakukan) pendidikan. Secara universal, istilah "peserta didik" umumnya ditujukan pada 'pembelajar', yaitu orang yang mempelajari. Mempelajari apa? Mempelajari apa saja yang dipelajari, baik itu secara langsung maupun tidak langsung; baik itu secara umum ataupun khusus; baik yang sengaja dipelajari, ataupun yang tanpa sengaja menjadi terlibat dalam mempelajari segala sesuatunya.
Peserta didik adalah semua individu atau "anak-anak" yang di didik dan terdidik (sementara, sedang, menempuh, mengalami, dan melakukan) pendidikan. Secara universal, istilah "peserta didik" umumnya ditujukan pada 'pembelajar', yaitu orang yang mempelajari. Mempelajari apa? Mempelajari apa saja yang dipelajari, baik itu secara langsung maupun tidak langsung; baik itu secara umum ataupun khusus; baik yang sengaja dipelajari, ataupun yang tanpa sengaja menjadi terlibat dalam mempelajari segala sesuatunya.
Dalam perjalanan kehidupan di dunia ini, peserta didik akan selalu melakukan petualangan yang disebut “belajar tanpa henti”. Sebab belajar akan berakhir pada belajar yang tak akan pernah berakhir.
Pada titik ini, peserta didik belajar mempelajari sesuatu yang dimulai dari suatu kesalahan, karena mendapatkan kesalahan, juga melakukan kesalahan, lalu mempersalahkan kesalahan, serta menemukan kesalahan berikutnya, yang siap untuk disalahkan lagi. Inilah proses penting ketika peserta didik melakukan petualangan yang disebut dengan belajar. Karena itu, peserta didik akan selalu berhubungan dengan kondisi yang mengharuskannya untuk belajar—mempelajari.
Untuk belajar dengan mempersalahkan kesalahan inilah, maka seseorang dilahirkan ke dalam planet bumi yang penuh dengan pembelajaran—yaitu untuk menjadi pelajar yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses pendidikan sepanjang keberlangsungan kehidupannya di dunia ini (Busthan Abdy, 2014: 257-258).
Dalam Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, "peserta didik" adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Sementara menurut ketentuan umum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Berdasarkan batasan kedua pengertian di atas, maka konsep "peserta didik" identik dengan beberapa istilah, seperti: murid, siswa, mahasiswa, pelajar, taruna, warga belajar dan anak.
Untuk belajar dengan mempersalahkan kesalahan inilah, maka seseorang dilahirkan ke dalam planet bumi yang penuh dengan pembelajaran—yaitu untuk menjadi pelajar yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses pendidikan sepanjang keberlangsungan kehidupannya di dunia ini (Busthan Abdy, 2014: 257-258).
Dalam Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, "peserta didik" adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Sementara menurut ketentuan umum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Berdasarkan batasan kedua pengertian di atas, maka konsep "peserta didik" identik dengan beberapa istilah, seperti: murid, siswa, mahasiswa, pelajar, taruna, warga belajar dan anak.
Berikut penjelasan beberapa istilah yang berhubungan dengan peserta didik, sebagaimana di jelaskan oleh Busthan Abdy (2017:26), yaitu:
Murid, merupakan istilah yang ditujukan pada peserta didik pada tingkatan Taman Kanak-kanak (TK), atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD).
Pelajar, adalah istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti pendidikan formal tingkat dasar maupun pendidikan formal tingkat menengah; bisa juga diartikan sebagai 'anak didik'.
Siswa/i, merupakan istilah bagi peserta didik pada jenjang Sekolah Pendidikan Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Mahasiswa/i, yang merupakan istilah umum bagi peserta didik yang menempuh jenjang pendidikan formal pada Perguruan Tinggi ataupun Sekolah Tinggi dan sejenisnya.
Taruna, merupakan suatu istilah yang banyak digunakan Sekolah Militer atau yang menganut sistem militer, dimana menurut KBBI berarti “pelajar (siswa) sekolah calon perwira". Begitupun beberapa Perguruan Tinggi Kedinasan di Indonseia, beberapa diantaranya juga menggunakan kata 'Taruna' untuk menyebut peserta didik, diantaranya pada STPN Yogyakarta, STIP Jakarta, dan STP (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas, 2014).
Warga belajar, yaitu istilah bagi peserta didik yang mengikuti jalur pendidikan non-formal. Misalnya seperti warga belajar pendidikan keaksaraan fungsional
Anak, merupakan peserta didik yang berada pada lingkup pendidikan keluarga.
Dari beberapa istilah yang ditujukan pada peserta didik di atas, dapat ditarik kesimpulan mendasar bahwa peserta didik adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses melalui proses pendidikan formal ataupun non-formal, sehingga menjadi manusia yang berkualitas, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional atau tujuan pendidikan tertentu.
Dari beberapa istilah yang ditujukan pada peserta didik di atas, dapat ditarik kesimpulan mendasar bahwa peserta didik adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses melalui proses pendidikan formal ataupun non-formal, sehingga menjadi manusia yang berkualitas, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional atau tujuan pendidikan tertentu.
Sebagai suatu komponen pendidikan, Tilaar, H. A. R (2012) dalam Busthan Abdy (2017:27), menyatakan bahwa hakikat utama dari peserta didik adalah makhluk merdeka (yang merdeka). Menurut Tilaar, kebersambungan kehidupan dalam dunia binatang, terbatas pada kelanjutan hidup biologis yang bukan sekedar untuk hidup belaka, namun keberlanjutan hidup seorang anak manusia, akan tersirat hubungan intensionalitas yang dikondisikan oleh orang tuanya, dan kemudian dilanjutkan oleh pribadi peserta didik itu sendiri.
Untuk kemerdekaan hidup manusia ini, berarti peserta didik mempunyai kemampuan untuk mengembangkan dirinya dengan mengeksplorasi dirinya sendiri dan lingkungannya, bahkan dapat memanfaatkan potensi dan kesempatan lingkungan itu untuk mengembangkan dirinya sendiri.
Dalam hal ini, kemerdekaan dalam diri peserta didik bukanlah kemerdekaan yang anarkistis, tetapi berada di dalam koridor sesama manusia, karena dia adalah makhluk sosial. Tentu saja hal ini dikarenakan bahwa, keberadaan peserta didik adalah keberadaan 'eksistensialis kemanusiaan'. Karena dalam hal ini, peserta didik tidak dapat terlepas dari komunikasi-nya dengan manusia yang lain dalam masyarakat (Tilaar, 2012:1158).
Sebagai makhluk yang merdeka, maka peserta didik dapat ditinjau dari berbagai macam bidang pendekatan, antara lainnya pada pendekatan religius, pendekatan sosial, pendekatan psikologis, pendekatan edukatif atau biasa disebutkan dengan 'pedagogis', dan pendekatan-pendekatan lainnya, sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Berdasarkan penjelasan yang sudah diuraikan di atas, timbul pertanyaan mendasar, peserta didik milik siapa?
Dalam hal ini, kemerdekaan dalam diri peserta didik bukanlah kemerdekaan yang anarkistis, tetapi berada di dalam koridor sesama manusia, karena dia adalah makhluk sosial. Tentu saja hal ini dikarenakan bahwa, keberadaan peserta didik adalah keberadaan 'eksistensialis kemanusiaan'. Karena dalam hal ini, peserta didik tidak dapat terlepas dari komunikasi-nya dengan manusia yang lain dalam masyarakat (Tilaar, 2012:1158).
Sebagai makhluk yang merdeka, maka peserta didik dapat ditinjau dari berbagai macam bidang pendekatan, antara lainnya pada pendekatan religius, pendekatan sosial, pendekatan psikologis, pendekatan edukatif atau biasa disebutkan dengan 'pedagogis', dan pendekatan-pendekatan lainnya, sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Berdasarkan penjelasan yang sudah diuraikan di atas, timbul pertanyaan mendasar, peserta didik milik siapa?
Tilaar (2012) dalam Busthan Abdy (2017:28), memberikan 5 (lima) hal mendasar untuk memahami peserta didik, yaitu sebagai berikut:
- Peserta didik adalah milik dirinya sendiri. Bukankah peserta didik itu adalah pribadi yang merdeka?
- Peserta didik adalah milik keluarganya. Bahwa di dalam lingkungan keluargalah, mereka masing-masing mulai mengenal dunianya dan dapat mewujudkan eksistensinya. dari lingkungan keluarga masing-masing peserta didik ini, mula-mula mereka mengenal dunianya dan mengenal dunia sekitarnya
- Peserta didik adalah warga masyarakat. Dalam hal ini keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat manusia. Namun unit terkecil itu adalah bahagian anggota dari masyarakatnya yang berbudaya. Karena tanpa budaya, tidak akan mungkin suatu masyarakat akan terus hidup.
- Peserta didik adalah anggota warga negaranya. Dalam hal ini, bahwa masyarakat telah bersepakat untuk membentuk kehidupan bersama dalam bentuk suatu negara, yaitu suatu masyarakat yang mempunyai kesamaan cita-cita yang di imajinasikan dan kerap kali pula mempunyai latar belakang sejarah serta keturunan.
- Peserta didik adalah anggota dari masyarakat global—dunia
Sebagaimana dituliskan... “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”. (Lukas 2: 52). Terdapat kurang lebihnya 4 (empat) aspek penting yang terkandung dalam hukum perkembangan dan pertumbuhan melalui ayat di atas, yaitu sebagai berikut:
- Dia bertambah "besar" (pertumbuhan Psikomotorik-fisik)
- Dia bertambah "hikmat"-Nya (pertumbuhan Kognitif-intelektual)
- Dia makin "dikasihi Allah" (pertumbuhan Afektif-moral rohani)
- Dia makin "dikasihi manusia" (pertumbuhan Bahasa, Sosial)
Menurut Buthan Abdy (2017:29), pertumbuhan rohani dalam hal ini afektif, hanyalah satu bagian dari keadaan yang lebih menyeluruh. Pertumbuhan rohani tidak boleh menjadi satu-satunya pertumbuhan yang diperhatikan. Sebab pertumbuhan rohani tidak dapat dikotakkan tersendiri, tetapi haruslah menyatuu dengan semua aspek kehidupan lainnya. Disinilah kerapkali terjadi kekeliruan pemahaman, yang nantinya berdampak pada perdebatan panjang tanpa henti.
Harus dipahami, bahwa peserta didik tidak akan bisa bertumbuh sepenuhnya secara "rohani", jika mereka tidak menumbuhkan juga aspek-aspek kehidupan lainnya—yaitu seperti pertumbuhan fisik, pertumbuhan intelektual, dan pertumbuhan emosional, pertumbuhan bahasa, serta pertumbuhan sosial. Seseorang tidak bisa mengabaikan salah satu aspek tanpa membahayakan pertumbuhan peserta didik secara keseluruhan. Dan tidak seorang pun yang dapat bertumbuh di salah satu aspek saja, tanpa mempengaruhi semua aspek lainnya.
Rujukan Buku:
Busthan Abdy (2017). Perkembangan Peserta Didik. (hal. 24-30). Kupang: Desna Life Ministry