masukkan script iklan disini
Keadaan awal peserta didik merupakan sesuatu yang serba kompleks untuk di pahami. Mengapa? Karena mencakup berbagai aspek yang masing-masing aspek memiliki sejumlah hal dan faktor, yang tentunya juga berkaitan satu dengan yang lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mengandung kemungkinan besar untuk di ubah, tetapi ada pula faktor-faktor lainnya yang hanya mengandung kemungkinan kecil untuk di ubah, bahkan ada pula hal-hal lain yang sama sekali tidak dapat di ubah atau di atur, tetapi hanya dapat di usahakan perubahan sikap pada pihak orang yang menghadapi hal tersebut (Winkel, 2009:154).
Hunges A. G & Hunges E. H dalam Busthan Abdy (2017:30-35), menjelaskan bahwa aktivitas awal dari seorang anak ada dua, yaitu aktivitas umum dan aktivitas khusus.
Aktivitas umum, adalah bahwa mereka terdiri dari dua kelompok utama, yaitu anak-anak yang suka membuat gerakan-gerakan yang baru, tetapi mereka juga suka mengulangi gerakan-gerakan yang lama. Mereka tampaknya dikaruniai 2 (dua) kecenderungan yang sangat berbeda, yaitu: (1) mencari tahu sesuatu yang tak diketahui; (b) memantapkan sesuatu yang telah diketahui. Pada suatu saat mereka suka mencoba-coba dan progresif; maka pada saat yang lainnya, mereka cepat bosan dan konservatif. Dua kecenderungan umum ini kemudian disebutkan berturut-turut: "kecenderungan kreatif" dan "kecenderungan rutin".
Aktivitas khusus, merupakan kecenderungan khusus yang diwarisi anak dengan berperilaku tertentu, seperti:
Marah. Untuk aktivitas marah, ini bukanlah sesuatu yang harus dipelajari anak dengan cara-cara tertentu. Sebab dengan sendirinya (secara alamiah) semua anak sejak lahir berteriak dan memberontak jika gerakan tubuhnya dibatasi atau dihalangi dengan kuat. Dari pengetahuan tentang diri sendiri, kita menginterpretasikan perilaku ini adalah indikasi bahwa mereka marah. Dalam hal ini anak tidak harus belajar bagaimana berlaku marah, seperti halnya mereka belajar bernafas. Jadi gerakan ini merupakan pembawaan setiap individu sejak dilahirkan, yaitu ketika terjadi pembatasan atas gerakan tubuh, yang selanjutnya menjadi rangsangan tak terelakkan untuk bangkitnya perilaku marah
Takut. Aktivitas ini merupakan elemen dalam pembawaan anak, yang cenderung menghindari bahaya. Misalnya, ketika anak mendengar suara bising-bising dengan tiba-tiba; atau ketika mereka mengalami sensasi seakan mau jatuh. Jadi mereka secara alamiah (refleks), siap untuk "menjadi takut" tanpa belajar untuk memberi perhatian pada rangsangan ini (seperti: merasa takut, menangis dan menghindar).
Rasa Ingin Tahu. Biasanya, melalui pengamatan, perilaku ini muncul pada bulan kelima kehidupan bayi, meskipun sebagian mengamatinya lebih awal. Pertama-tama anak akan menunjukkan "rasa ingin tahu" terhadap kehadiran sesuatu yang tak familiar atau yang tak akrab dengannya namun tak sepenuhnya asing. Misalnya benda atau barang yang tak familiar ditemui berada ditempat yang baru atau ketika benda kesukaannya hilang dari tempat biasa, dll. Kemudian pada tahun kedua, mereka menunjukkan rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang tersembunyi, seperti diperlihatkan, misalnya seperti dengan kesenangannya membuka laci dan lemari, dan keinginannya mengetahui bungkusan. Dan ketika anak-anak kecil berada pada situasi-situasi seperti contoh di atas, mereka akan memperhatikan dengan serius.
Rasa Jijik. Perilaku ini muncul pada tahun pertama, yang terjadi pada kondisi di mana anak-anak menjumpai makanan baru. Ketidaksukaan mereka pada makanan, bukan saja menyangkut citarasa, tetapi juga pada sentuhan makanan di lidah mereka. Misalnya tidak suka dengan bubur yang kasar dan terhadap kulit pada susu. Sebagian pengamat mencatat bahwa anak-anak kecil akan merasa jijik atas sentuhan bulu dan zat-zat yang berlendir. Ini menunjukkan bahwa secara alamih, anak tak suka bahkan jijik oleh rasa, dan bau serta sentuhan tertentu. Ekspresi anak-anak ketika merasa jijik seperti: melihat dengan seksama, muak dan meludah, atau muntah, dll
Berkawan dan Menyendiri. Pada bulan-bulan pertama kehidupan mereka, anak-anak akan merasa tak nyaman bahkan gelisah jika ditinggal sendirian. Tetapi mereka akan ditenangkan dengan kontak fisik dengan orang lain, tidak harus dengan ibunya saja. Dapat dikatakan bahwa secara alamiah, anak-anak siap memberikan perhatian pada kehadiran orang lain dan kehadiran semacam itu memberi mereka kepuasan. Pada tahun kedua, jenis perilaku yang berlawanan muncul, yaitu anak-anak kadang-kadang memiliki kecenderungan untuk menyendiri. Mereka mungkin masih berteman, tetapi kecenderungan ini tidak mendominasi kehidupan mereka sepenuhnya seperti pada tahun pertama. Pada titik ini mereka suka menyelinap keluar ketika pintu dibiarkan terbuka, dan mereka sangat suka berjalan-jalan sendirian depan rumah.
Penegasan Diri. Banyak sekali perilaku anak-anak yang disebut sebagai 'penegasan diri', dimana perilaku ini biasa disebut dengan "asertif". Ketika anak-anak marah, muak, atau rasa ingin tahu, mereka dalam suatu pengertian, sedang menegaskan diri mereka. Hal yang sama terjadi ketika mereka membuat sesuatu atau melakukan permainan dan mungkin ketika mereka berjalan sendirian di jalan. Namun semua jenis perilaku tersebut memiliki ciri-ciri tersendiri, maka istilah penegasan diri yang dimaksudkan adalah yang digunakan dalam pengertian terbatas, yang merujuk pada perilaku dimana anak menciptakan suatu sikap tertentu bagi dirinya sendiri sebagai pribadi. Perilaku asertif semacam ini sudah dimulai dari bulan ke-lima dalam bentuk ketakpatuhan secara main-main; ia sedang menegaskan dirinya.
Patuh. Istilah "patuh" berlawanan dengan perilaku "penegasan diri", tetapi jangan pula dikacaukan dengan istilah "rasa takut". Sikap patuh sudah ditunjukkan pada tahun pertama anak-anak dengan bentuk rasa malu: suatu keinginan untuk tidak menampilkan diri dan menarik perhatian sesedikit mungkin. Hal ini merupakan contoh anak yang merasakan ketidakberartiannya (lawan dari menegaskan kehebatannya, pentingnya). Kira-kira semasa dengan itu, dalam situasi tertentu, anak-anak bersedia menerima pertolongan dan saran; dimana mereka mulai menyadari ketergantungannya pada orang lain (lawan dari menegaskan kebebasannya). Pada tahun ketiga, dalam beberapa situasi, perilaku mereka menunjukkan bahwa mereka merasakan "inferioritas" (lawan dari menegaskan superioritas). Ini adalah cermin dari sikap yang taat.
Membangun. Ini adalah perilaku "konstruksi", yang muncul pada akhir tahun pertama. Perilaku ini tampak dari gerakan-gerakan seperti hanya gerakan tangan, pertama-tama mungkin tanpa sengaja, anak menumpukkan sesuatu, yang kemudian dilanjutkan dengan sengaja. Kemudian kontruksi sederhananya adalah merakit bahan. pada tahun kedua, anak-anak tidak hanya menyusun balok, tetapi dengan sendirinya (tanpa di ajar), mereka kemudian membuat sesuatu, seperti kereta api, jembatan, tanda-tanda. Artinya konstruksi tidak lagi sebatas pasang-memasang, tetapi kini menata bahan. Lagi-lagi awalnya tanpa sengaja, lalu dengan sengaja.
Mengumpulkan. Jenis perilaku ini biasanya muncul relatif di belakang. Dalam pengamatan, biasanya muncul pada tahun ke-empat. Pada usia ini anak-anak mulai menunjukkan apa yang sebaiknya disebutkan dengan "demam mengumpulkan". Pada waktu-waktu tertentu demam tampak hilang, dan minat mengumpulkan mungkin tertidur selama berpekan-pekan. Namun, tiba-tiba karena suatu luapan lagi, maka muncul lagi minat yang besar, yang mungkin pada waktu itu hanya dilakukan demi kegembiraan mengumpulkan semata. Barang-barang atau benda yang dikumpulkan sering kelihatan tidak memiliki nilai atau tak berarti, seperti misalnya batu, daun yang berguguran, dan potongan bahan.
Menangis dan Tertawa. Bentuk perilaku yang umum ini sulit diterangkan karena sering terjadi dalam berbagai macam situasi yang berbeda. Anak-anak menagis ketika marah, tetapi mereka juga menagis ketika bingung, takut, dll. Sejumlah psikolog meyakini bahwa anak-anak dikaruniai keinginan untuk meminta pertolongan. Dan menangis bisa dianggap bentuk perilaku yang diakibatkan dari terhalangnya kecenderungan meminta pertolongan. Perilaku ini bisa berawal dari tangisan kebingungan, dan berakhir dengan tangisan kemarahan.
Meniru. Banyak sekali perilaku anak-anak dari perilaku meniru orang lain. Perilaku ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tidak disengaja dan spontan atau sengaja. Ketika anak-anak meniru secara tak disengaja, respons mereka tampaknya muncul tanpa maksud atau usaha dan seringkali tanpa tanda-tanda kepuasan dalam tampilannya. perilaku ini mirip dengan gerak relfeks seperti bersin dan berkedip. Perilaku ini mulai muncul pada akhir bulan pertama, yang meniru gerakan-gerakan seperti menjulurkan lidah, atau menganggukkan kepala. Beberapa waktu kemudian bunyi nyayian ditiru pula dengan cara otomatis yang sama; namun barangkali bukan betul-betul meniru dengan tepat tetapi hanya sebatas kecenderungan untuk menyanyi ketika orang lain menyanyi.
Bermain. Secara alamiah, semua orang pasti tahu bahwa anak siap untuk bermain. Anak akan larut dalam aktivitas spontan yang diinginkan dan dinikmati demi kepentingan dirinya sendiri. Perilaku ini muncul pada masa-masaa awal dalam bentuk olah fisik, seperti menendang, meraba, merentangkan tangan, meraba, menggenggam, memandang dan berdeguk—yang berkembang cepat menjadi duduk, merangkak, mengingsut, mendaki, menggenggam, bersuara, berjalan, berbicara, menari, berjalan di atas lutut, berjalan mundur, berjingkat, naik turun tangga, menyentuh kepala dengan kaki, bernyanyi, berbisik, mengulang-ulang, melompati rintangan, berkejar-kejaran, berjalan dengan mata tertutup, berteriak, meluncur, bertutur bahasa, membuat lagu, dll.
Perlu dipahami juga, bahwa keadaan awal tidak hanya meliputi kenyataan pada hal-hal yang berhubungan dengan masing-masing peserta didik saja, melainkan pula kenyataan yang berhubungan erat dengan dunia peserta didik, seperti: lingkungan sekolah dan masyarakat, pendidik atau guru dan orang tua wali, serta pendekatan-pendekatan dalam mengajar seperti metode, media, dan lain sebagainya (Busthan Abdy, 2017:35).
Rujukan Buku:
Busthan Abdy (2017). Perkembangan Peserta Didik. (hal. 30-35). Kupang: Desna Life Ministry
Yang berminat dengan buku ini, silahkan WA ke 081333-343-222