masukkan script iklan disini
Anak Kebutuhan Khusus (ABK) atau biasa di kenal dengan istilah "heward", adalah anak-anak dengan ciri dan karakteristik yang khusus, yang berbeda dengan anak normal pada umumnya, serta menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Sementara istilah lain bagi ABK adalah anak yang luar biasa dan anak cacat, yaitu memiliki karakteristik dan hambatan yang dimiliki. Karenanya, ABK membutuhkan pelayanan pendidikan khusus yang harus disesuaikan dengan kemampuan dan potensinya.
Misalnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan (braille); sedangkan untuk tunarungu misalnya, berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Sebagaimana hal ini sesuai dengan pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi ABK adalah Pendidikan Khusus.
Sebagaimana hal ini sesuai dengan pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi ABK adalah Pendidikan Khusus.
Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 juga memberikan batasan bahwa pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam hal mengikuti proses pembelajaran, karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Itu sebabnya teknik layanan jenis pendidikan khusus untuk peserta didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa, dapat dilakukan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat Pendidikan Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada umumnya, pendidikan khusus hanya pada jenjang SD dan SMP. Sedangkan untuk jenjang pendidikan tinggi, secara khusus belum tersedia.
Seperti bunyi pasal 130 (1-2) PP No. 17 Tahun 2010, (1) pendidikan khusus bagi semua peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan atau satuan pendidikan keagamaan.
Sementara Pasal 133, ayat (4) juga menetapkan bahwa penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi antar jenjang pendidikan dan atau antar jenis kelainan.
Secara garis besarnya, ABK terdiri dari anak-anak: 1) tunanetra, 2) tunarungu, 3) tunagrahita, 4) tunadaksa, 5) tunalaras, 6) kesulitan belajar, 7) autis, dll (Busthan Abdy 2018:184).
Secara garis besarnya, ABK terdiri dari anak-anak: 1) tunanetra, 2) tunarungu, 3) tunagrahita, 4) tunadaksa, 5) tunalaras, 6) kesulitan belajar, 7) autis, dll (Busthan Abdy 2018:184).
Hal ini tampak jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 Tahun 2010, Pasal 129, ayat (3) yang menetapkan bahwa peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a). tunanetra; b). tunarungu; c). tunawicara; d). tunagrahita; e). tunadaksa; f). tunalaras; g). berkesulitan belajar; h). lamban belajar; i). autis; j). memiliki gangguan motorik; k). menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l). memiliki kelainan lain.
Tunanetra, adalah anak yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) golongan, yaitu: (a) buta total (blind); dan (b) low vision. Definisi tunanetra menurut Kaufman & Hallahan (dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, 2014), adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan, maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain, yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
Tunanetra, adalah anak yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) golongan, yaitu: (a) buta total (blind); dan (b) low vision. Definisi tunanetra menurut Kaufman & Hallahan (dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, 2014), adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan, maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain, yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
Karenanya, prinsip memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah, bahwa media yang digunakan harus bersifat faktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. Sedangkan media yang bersuara adalah perekam suara dan peranti lunak JAWS.
Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa, mereka biasanya belajar mengenai “orientasi” dan “mobilitas”, diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
Tunarungu, adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran, baik itu yang bersifat permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi anak tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran, maka anak tunarungu memiliki banyak hambatan dalam berbicara, sehingga mereka biasanya disebut juga tunawicara.
Tunarungu, adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran, baik itu yang bersifat permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi anak tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
- Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40 dB),
- Gangguan pendengaran ringan (41-55 dB),
- Gangguan pendengaran sedang (56-70 dB),
- Gangguan pendengaran berat (71-90 dB),
- Gangguan pendengaran ekstrem/tuli (di atas 91 dB).
Cara berkomunikasi dengan anak jenis ini dengan menggunakan bahasa isyarat. Untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional, sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara, yaitu tergantung tata bahasanya.
Saat ini, di beberapa sekolah-sekolah formal, sedang dikembangkan komunikasi total yaitu bagaimana caranya berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal (lisan), bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Yang harus dipahami, penderita tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Tunagrahita, adalah merupakan anak yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Pembelajaran bagi anak tunagrahita, lebih di titikberatkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi. Sementara untuk klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan tingkatan IQ, adalah sebagai berikut:
Tunadaksa, adalah anak yang memiliki gangguan gerak, yaitu yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.
Tunagrahita, adalah merupakan anak yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Pembelajaran bagi anak tunagrahita, lebih di titikberatkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi. Sementara untuk klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan tingkatan IQ, adalah sebagai berikut:
- Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
- Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
- Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
- Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
Tingkat gangguan pada anak tunadaksa yang ringan, yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetapi masih dapat ditingkatkan melalui terapi; tunadaksa sedang yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, tunadaksa berat memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu lagi mengontrol gerakan fisik.
Tunalaras, merupakan anak yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras, biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang memang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras ini disebabkan karena faktor internal yang datang dalam diri dan faktor eksternal dari berbagai gangguan atau pengaruh dari lingkungan sekitar.
Kesulitan belajar, adalah anak-anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis, yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, sulit berbicara dan menulis, sehingga memengaruhi kemampuan berpikir, membaca, berhitung, berbicara karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan perkembangan afasia. Anak kesulitan belajar, memiliki IQ rata-rata atau biasa saja di atas rata-rata, serta mengalami juga gangguan motorik persepsi-motorik, serta gangguan koordinasi gerak, juga gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
Tunalaras, merupakan anak yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras, biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang memang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras ini disebabkan karena faktor internal yang datang dalam diri dan faktor eksternal dari berbagai gangguan atau pengaruh dari lingkungan sekitar.
Kesulitan belajar, adalah anak-anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis, yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, sulit berbicara dan menulis, sehingga memengaruhi kemampuan berpikir, membaca, berhitung, berbicara karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan perkembangan afasia. Anak kesulitan belajar, memiliki IQ rata-rata atau biasa saja di atas rata-rata, serta mengalami juga gangguan motorik persepsi-motorik, serta gangguan koordinasi gerak, juga gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
(Oleh; Abdy Busthan)
Rujukan Buku:
Busthan Abdy (2018). Pendidikan Berbasis Goblok (Hal 183-187). Kupang: Desna Life Ministry